Saat ini jumlah reksa dana aktif yang ada di Indonesia mencapai lebih dari 1500 produk. Hampir setiap bulan selalu terdapat reksa dana baru yang diterbitkan. Bagi investor, mana yang lebih baik, berinvestasi pada reksa dana yang sudah ada atau memilih reksa dana baru ?
Sebelum membahas lebih lanjut, investor perlu memahami alasan Manajer Investasi menerbitkan reksa dana. Alasan utama dari penerbitan reksa dana tentu karena alasan yang sifatnya komersial. Jika dianalogikan, manajer investasi adalah toko, maka reksa dana adalah “barang dagangan” yang dijual kepada para pelanggannya.
Melalui pemasaran reksa dana tersebut, manajer investasi mendapatkan penghasilan berupa biaya yang dibayarkan oleh investor, baik dalam bentuk biaya pembelian dan penjualan yang bersifat sekali bayar, maupun biaya pengelolaan (management fee) yang sifatnya tahunan.
Oleh karena itu, tentunya setiap manajer investasi pasti akan menerbitkan reksa dana untuk menjaga kelangsungan usahanya. Supaya “dagangannya” menarik, manajer investasi akan menerbitkan beragam jenis produk mulai dari reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, reksa dana saham hingga jenis-jenis reksa dana yang khusus seperti reksa dana terproteksi, reksa dana syariah dan reksa dana indeks.
Dengan menyediakan beragam jenis reksa dana, maka investor memiliki pilihan reksa dana yang sesuai dengan kebutuhan investasi dan profil risikonya. Namun yang menjadi pertanyaan bagi investor adalah ketika sebuah manajer investasi memiliki beberapa reksa dana untuk satu jenis yang sama. Salah satu contoh yang sering dijumpai adalah jenis reksa dana saham.
Adalah tidak aneh, jika satu manajer investasi bisa menjual 6 hingga 10 reksa dana saham dengan nama yang berbeda-beda. Sebagai investor yang sudah memiliki reksa dana saham yang pertama, tentu akan bertanya-tanya, apakah dia masih perlu berinvestasi di reksa dana saham yang baru.
Penerbitan lebih dari 1 reksa dana yang sama biasanya memiliki 2 latar belakang yaitu strategi investasi dan strategi pemasaran. Dari sisi strategi investasi, bisa dilihat bahwa meskipun jenisnya sama-sama reksa dana saham dari pengelola yang sama, biasanya manajer investasi menerapkan strategi yang berbeda.
Perbedaan strategi investasi dapat didasarkan pada pendekatan dalam memilih saham seperti value investing (memilih saham berbasis nilai yang mengutamakan valuasi dan fundamental), momentum growth (memilih saham berdasarkan prospek pertumbuhan di masa mendatang).
Kemudian sectoral (memilih saham dengan penekanan di sektor tertentu), active sector rotation (secara aktif melakukan alokasi pada sector-sektor yang strategi dan menjanjikan), dan belakangan ini muncul yang berdasarkan pendekatan kuantitatif (quant fund).
Dari sisi strategi pemasaran, reksa dana saham dengan “label” strategi yang berbeda dapat memberikan pilihan yang lebih banyak bagi investor dan calon investor, sehingga berpotensi meningkatkan penjualan. Selain itu, perbedaan strategi terkadang dapat menyebabkan kinerja reksa dana saham berbeda antara satu dengan yang lain, sehingga investor bisa melakukan diversifikasi.
Banyak juga manajer investasi yang dalam proses pemasaran reksa dananya bekerjasama dengan agen penjual seperti bank atau perusahaan sekuritas. Beberapa agen penjual yang memiliki jaringan pemasaran yang kuat, terkadang meminta manajer investasi membuat produk eksklusif yang hanya dijual pada agen penjual tersebut.
Hal ini juga turut menjadi alasan manajer investasi terus mengeluarkan produk yang baru. Untuk reksa dana yang khusus seperti reksa dana terproteksi, penerbitan produk baru terus dilakukan, karena reksa dana ini akan dibubarkan pada saat obligasi yang menjadi portofolio investasinya jatuh tempo. Untuk itu, manajer investasi perlu menerbitkan seri yang baru agar dana kelolaan tidak berkurang.
Dengan memahami alasan terbitnya reksa dana, investor dapat lebih jeli ketika mendapat tawaran investasi reksa dana yang baru. Ketika mendapat penawaran reksa dana baru, maka sebaiknya investor berfokus pada aspek strategi investasinya.
Apakah secara strategi reksa dana baru yang ditawarkan tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dengan reksa dana yang sudah dimiliki saat ini? Jika jawabannya iya dan investor secara pribadi juga membutuhkan tambahan reksa dana baru untuk melakukan diversifikasi, maka bisa mempertimbangkan untuk berinvestasi pada reksa dana baru tersebut.
Namun jika jawabannya tidak, maka investor bisa memilih untuk tidak berinvestasi pada reksa dana yang baru.
Bagaimana dengan track record?
Salah satu kelemahan dari reksa dana yang baru adalah investor tidak dapat melihat kinerja historis dari reksa dana tersebut. Akibatnya, bagus atau jelek kinerja baru dapat diketahui setelah reksa dana tersebut baru berjalan beberapa waktu.
Beberapa investor yang kritis bahkan memerlukan kinerja historis yang panjang karena ingin melihat kinerja reksa dana pada saat pasar sedang bullish, bearish dan sideways. Dengan demikian dia memiliki gambaran lengkap mengenai kinerja manajer investasi dapat dapat memutuskan berdasarkan pertimbangan yang amat matang.
Hal ini memang tidak dapat dihindari, namun alternatifnya investor bisa melihat track record dari reksa dana lama yang sudah dikelola. Memang tidak ada jaminan bahwa kinerjanya akan sama persis, tapi paling tidak bisa menjadi referensi.
Yang paling penting adalah penjelasan yang sejujur-jujurnya dari agen penjual dan manajer investasi mengenai strategi yang dijalankan oleh reksa dana baru tersebut. Dengan demikian, sebagai investor kita bisa memutuskan berdasarkan preferensi kita sendiri.